1. KABUPATEN MALANG GELAR PENDIDIKAN KHUSUS BAGI PENDERITA AUTIS
September 6, 2007, 12:05 pm| Berita Departemen
Malang, 6/9/2007 (Kominfo-Newsroom) - Pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur, melalui kebijakannya sesuai amanat UUD 1945, serta UU Sisdiknas N0 20 Tahun 2003, akan segera melaksanakan pendidikan khusus (PK) dan pendidikan layanan khusus (PLK) bagi penderita autis.
Anak penderita autis atau anak-anak dengan berkebutuhan khusus (ABK) yang mengalami kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapat pendidikan guna menyongsong masa depan mereka lebih baik lagi.
Selain pendidikan khusus, pemkab Malang juga akan menambah sekolah inklusif (sekolah biasa) yang dapat mengakomodir semua anak berkebutuhan khusus (ABK) yang terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan baik Kepala Sekolah, guru, orang tua peserta didik, tenaga administrasi serta lingkungan sekolah/masyarakat.
Saat ini jumlah sekolah inklusif yang ada di Kabupaten Malang baru delapan sekolah yang tersebar di delapan kecamatan, sedangkan SLB yang ada masih sangat terbatas dan letaknya jauh.
“Ke depan akan dikembangkan sekolah untuk ABK pada masing-masing kecamatan di tiap eks pembantu Bupati.” kata Kadis P dan K, Drs Suwandi MM, MSC, pada acara sosialisasi pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus kerjasama Tim Penggerak PKK dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Malang, belum lama ini.
Ia mengharapkan, melalui kerjasama yang sinergi antara Dinas P dan K dan TP.PKK (Pokja II) dapat meningkatkan pemahaman terhadap masyarakat tentang arti pentingnya Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus bagi penderita autis guna menyongsong masa depan mereka lebih baik lagi. (www.jatim.go.id/hsn/toeb)
2. Hak Pendidikan 4.600 Anak di LP Terlupakan
Posted on: 11 May 2007 by ypha
[JAKARTA] Lebih 4.600 anak yang terpenjara di 16 lembaga pemasyarakatan anak (LP Anak) di Indonesia membutuhkan pendidikan layanan khusus. Selama ini mereka seakan terlupakan dan tercabut haknya untuk memperoleh layanan pendidikan secara memadai. Padahal mereka merupakan peserta program wajib belajar nasional yang oleh pemerintah pada tahun 2009 sudah harus dituntaskan.
"Selama ini pendidikan di dalam lembaga pemasyarakatan memang masih dilakukan dengan banyak keterbatasan. Kami menyambut baik gagasan Direktorat Pendidikan Luar Biasa yang memiliki kepedulian untuk menyelamatkan anak yang tersia-sia dan tidak terlayani. Berdasarkan amanat UU Sistem Pendidikan Nasional No 20/2003, mereka akan diberikan layanan pendidikan layanan khusus," ujar Direktur Pemberdayaan Lembaga Pemasyarakatan Anak Departemen Kehakiman, Mashudi kepada SP di sela Workshop Forum Komunikasi Pendidikan Layanan Khusus, Selasa.
Menurut Mashudi, sekarang ini program pendidikan anak di LP Anak dilakukan dengan program belajar yang diselenggarakan oleh karyawan LP Anak. Sedangkan peralatan serta perangkat belajar disusun dan dibuat berdasarkan sumber-sumber belajar yang ada di jalur pendidikan formal.
"Sebagian karyawan kami yang memiliki kemampuan untuk mengajar dan pernah mendapatkan pendidikan formal di IKIP, Fakultas Psikologi serta sejumlah disiplin ilmu lainnya kami ajak untuk membuat program pendidikan bagi anak-anak. Biasanya kami memulai dengan me
nanyakan anak sampai kelas berapa mereka pernah sekolah, baru kemudian kami masukan ke kelas-kelas," ujar Mashudi.
Saat ini sebagian besar anak yaitu hampir 40 persen anak yang berada di LP Anak hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar hingga kelas empat dan
Dikatakan, dirinya sangat menyambut baik kerja sama yang dilakukan Depdiknas dalam hal ini Direktorat PLS dengan pihaknya, karena anak-anak di LP sangat membutuhkan dan merindukan sejumlah program kegiatan belajar yang inovatif.
Amanat Ditandaskan, keterlibatan sejumlah lembaga dan organisasi profesi keterampilan yang terlibat dalam pendidikan layanan khusus dan pendidikan khusus di Direktorat PLB diharapkan mampu memberikan bekal keterampilan hidup bagi anak-anak ini begitu mereka bebas dari masa hukuman.
Direktur PLB, Ekodjatmiko Soekarso mengatakan apa yang dilakukan pihaknya dalam menyelamatkan hak anak di LP Anak untuk mendapat layanan pendidikan secara memadai merupakan amanat Pasal 32 UU No 20/2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil atau mengalami bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu dari segi ekonomi.
3. ABK Dilindungi Tiga UU
By Republika Newsroom
Jumat, 13 Maret 2009 pukul 15:16:00
Font Size A A A
Dia menjelaskan bahwa yang melindungan anak-anak ''Khusus'' karena tuna netera atau memiliki kekurangan secara mental itu tidak hanya UU. Namun, banyak konvensi internasional yang juga melindunginya.Makanya, dia menyarankan bila ada orang yang tidak peduli terhadap anak-anak ''Khusus'' itu agar dilaporkan kepada polisi. ''Sebab, ada undang-undangnya,'' terang dia sembari menyarankan agar bila ada lembaga yang ingin mengembangkan dan mengelola anak-anak ''khusus'' ini tidak perlu ragu-ragu.
Alasannya, selain anak-anak tersebut dilindungi tiga UU dan UUD 1945 serta konvensi internasional, masalah kepedulian dair pemerintah dikatakan tidak perlu diragukan. Menurut dia, lembaga pendidikan untuk anak khusus itu disediakan anggaran tersendiri.Bahkan, diyakini dia bila bagi pengelola lembaga pendidikan anak khusus ini bakal ada saja dana yang mengalir. Karena itu, dia berharap agar masyarakat, khsusnya para guru dan pengelola secara tulus memberikanpendidikan dan layanan khusus agi anak-anak yang membutuhkan perlakuan khusus tersebut.
Hal senada juga diungkapkan Rektor UMM, DR Drs Muhadjir Effendy MAP. Dia mengatakan bahwa anak-anak ''khusus'' itu memang secara kondisi fisik dan atau mental kurang beruntung dibandingkan dengan anak-anak normal biasanya.''Bagi yang secara tulis berbakti mendidik anak-anak khusus ini, insyaa Allah akan mendapatkan pahala dari Allah Swt. Sebab, itu menjadi amal saleh bagi para guru dan pengelola yang dengan tulus mendidik anak-anak kurang beruntung itu,'' jelas dia ketika memberikan sambutan dalam acara Gelar karya dan prestasi Anak Bangsa dari anak-anak ''khusus'' itu.
Dalam acara tersebut diiikuti sekitar 60 lembaga PKPLK se jawa Timur dari 400 lembaga yang ada. Menurut Wakil Ketua Panitia Pelaksana, M Shohib, dalam kegiatan ini ada banyak kegiatan yang dilaksanakan. Dia sebutkan, seperti semeinar nasional, gelar Karya dan Prestasi Anak bangsa serta Pameran hasil karya dfari anak-anak berkelakuan khusus tersebut.
Dia mengatakan bahwa untuk mendidikan anak-anak khsusu itu memang diperlukan pendidikan dan pelayanan khusus. Alasannya, mereka merupakan anak-anak yang khusus. Makanya, kata dia, banyak kendala yang dihadapi lembaga PLPLK ini.Persoalan yang menjadi kendala itu, kata dia, sumber daya manusia dan juga maslah infrastruktur. ''SDM yang ada sangat terbatas. Begitu juga fasilitas yang dibutuhkan. Padahal, mereka membutuhkan pelayanan khusus. Termasuk juga maslah kurikulum pendidikan bagi mereka,'' jelas dosen Psikologi UMM ini.
Karena itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bimbingan Konseling (BK) UMM, M Salis Yuniardi Mpsi tidak membantah bila masalh kurikulum pendidikan yang ada selama ini menyulitkan bagi anak-anak khusus ini. Sebab, anak-anak khusus itu membutuhkan perlakuan khusus sesuai dengan keterbatasanmereka. Selain itu, kurikulum tersebut juga harus menghargai potensi dan mampu membangun optimisme mereka. Sehingga, mereka bisa berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki di balik kekurangannya. aji/kpo
4. Pendidikan Layanan Khusus
Last Updated ( Monday, 24 November 2008 )
Written by Harry, on 25-11-2008 00:00
Betapa gembiranya anak-anak nelayan yang kurang beruntung itu di Kampung Baru Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakart Utara memperoleh akses pendidikan lewat program Pendidikan Layanan Khusus (PLK). Data yang diperoleh dari ketua Yayasan Lentera Bangsa Syaifudin Zufri ada sebanyak 190 anak usia sekolah yang kebanyakan karena putus sekolah atau terhimpit ekonomi, bahkan ada pula yang tidak pernah sekolah. Dari 190 anak, katanya, 150 anak merupakan usia sekolah SD-SMP dan sisanya usia SMA. Jadi hanya 20 persen dari jumlah total anak-anak di Kampung Baru yang punya kesempatan sekolah. "Sekolah PLK ini gratis," kata Syaifuddin. Untuk menjawab permasalahan tersebut pemerintah punya tekad kuat untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun pada tahun 2008 ini. Karena hal ini merupakan sikap dan komitmen politik sekaligus kepedulian bangsa. "Anak-anak usia dibawah 18 tahun yang belum sekolah atau putus sekolah dapat belajar lewat jalur PLK. Karena telah dijamin oleh undang-undang,". kata Direktur Pembinaan SLB Ekodjatmiko Sukarso saat meresemikan PLK Anak Nelayan di Muara Angke
UU Sisdiknas 20/2003 pada Pasal 32 Ayat 1 tentang pendidikan khusus (PK) seperti untuk orang cacat, kemudian anak cerdas istimewa dan bakat istimewa. Pasal 32 Ayat 2 tentang PLK seperti anak-anak yang memerlukan pendidikan yang aksesnya tidak terjangkau seperti anak-anak di daerah terbelakang / terpencil / pedalaman / pulau-pulau, anak TKIM SILN (Sekolah Indonesia di Luar Negeri) anak suku minoritas terpencil, pekerja anak, pelacur anak/traficfficking, lapas anak, anak jalanan, anak pemulung, anak pengungsi (gempa konflik), anak dari keluarga miskin absolut. "Kami sadar bahwa anak-anak yang berkebutuhan khusus ini memikirkan makan apa untuk sekarang dan besok, sulitnya bukan main. Sehingga dengan adanya Pasal 32 UU Sisdiknas, maka anak-anak tersebut harus sekolah," katanya.
Diakuinya, bahwa pemerintah tidak dapat memenuhi semua itu tanpa adanya dukungan masyarakat, LSM, pemerintah daerah dan pihak swasta. "Semoga peran LPPM Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan mendirikan Sekolah PLK Lentera Bangsa dapat merealisasikan niat baik pemerintah untuk mencerdaskan anak-anak dan kelak dapat mendirikan mereka." katanya. Program Sekolah PLK nantinya menitikberatkan pada "kearifan lokal", yaitu membina dan mendidikan anak-anak berkebutuhan khusus ini dengan konsentrasi 80 persen kecakapan hidup. Hal ini dimaksudkan agar keluar atau lulus dari Sekolah PLK mereka dapat hidup mandiri. Kearifan lokal itu menjadi kekayaan setiap daerah yang harus dikembangkan.
01/16/09
5. LPPM - UMG PEDULI PENDIDIKAN ANAK-ANAK DI PULAU TERPENCIL
LPPM UMG sedang melaksanakan program Rintasan Pendidikan Layanan Khusus (PLK) di Pulau Bawean.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Gresik sedang melaksanakan program Rintasan Pendidikan Layanan Khusus (PLK) di Pulau Bawean. Pendidikan Layanan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Program ini bekerjasama dengan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa DEPDIKNAS RI. Program ini merupakan bentuk nyata dari pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh dosen sebagai salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi selain Pengajaran dan Penelitian. Sebagian besar dosen yang terlibat adalah dosen FKIP yang memang kompeten di bidang pendidikan. Sebagai ketua adalah Nur Fauziyah, M.Pd. dan Dra. Ec. Mu’minatus Sholichah, M.Si. sebagai penanggungjawab program. Sasaran dari program ini adalah anak-anak yang belum pernah mengenyam pendidikan formal juga untuk anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi di kecamatan Sangkapura Pulau Bawean. Tujuan dari program ini ada dua yaitu: (1) memberikan pengetahuan setingkat dengan siswa SMP dan (2) dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan anak-anak tersebut dapat melanjutkan pendidikannya sesuai dengan levelnya masing-masing sampai tuntas wajib belajar sembilan tahun. Kompetensi utama yang diberikan adalah penguasaan Bahasa Inggris dan Komputer. Sedangkan sebagai kompetensi pendukung adalah Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS. Untuk pelaksanaan pembelajaran bekerjasama dengan guru-guru di pulau bawean sedangkan semua fasilitas pembelajaran disiapkan oleh Panitia.
0 komentar:
Posting Komentar